Buser
Martin Adrian
Di sebuah gudang tua di pinggiran
Kota Bandung, nampaklah 2 orang sedang mengendap-ngendap. Pada malam yang
diterangi bulan purnama itu, Bambang dan Mawar sedang mengincar seseorang.
Bambang dan Mawar adalah seorang polisi yang menangani kasus Narkoba. Mereka
sangat berpengalaman, tak oernah sekalipun mereka gagal dalam melaksanakan
tugasnya. Dalam sebulan saja, mereka bisa menangkap kurang lebih tiga puluh
pengedar narkoba. Malam itu, jam 23.50 Bambang dan Mawar sedang mengincar dan
mengintai seorang pengedar Narkoba. Ia sangatlah berbahaya, ia dikenal dengan
julukan Gareng.
Pengedar narkoba yang sering dikenal
dengan sebutan Gareng itu sudah menjadi buronan polisi sejak awal tahun 2016.
Gareng mengedarkan narkoba, target operasinya biasanya anak-anak SMA yang
bersekolah di sekolah internasional. Maklum saja, hanya orang berduit yang bisa
membeli barang haram itu. Gareng sudah sepuluh kali berhasil lolos dari
tangkapan polisi. Gareng pun sering menyamar menjadi berbagai jenis orang untuk
menghilangkan jejaknya.
Malam itu, Gareng sedang mengambil
dan mengamankan stok narkobanya di sebuah gudang tua. “Sial, dasar sialan, memang
kurir itu tak berguna, mengirim barang saja sampai tertangkap. Cih.” Kata
Gareng sambil meludah. “Dua polisi itu benar benar kurang ajar! Sudah berapa
banyak aku kehilangan anak buahku? Apa mereka sehebat itu? Ataukah anak buahku
yang bodoh?”, ujar Gareng sambil membuka sebotol bir. Gareng duduk di sudut
sebuah ruangan kecil tempat ia menyimpan narkoba miliknya. Ia mengambil
sebatang rokok dari sakunya dan menghirupnya. “Ahhhh, sedap sekali rasanya
rokok ini.” Katanya dengan asap yang mengepul keluar dari mulutnya.
Walaupun ia seorang pengedar narkoba,
Gareng tidak pernah sekalipun mencicipi narkoba. Dulu bos Gareng adalah orang
yang sangat cerdik dalam menyelundupkan narkoba. Tetapi, sekali saja bos Gareng
mencicipi narkoba, ia langsung kehilangan kecerdikannya. Sehingga polisi
berhasil meringkus bos Gareng dan anggotanya, hanya Gareng lah yang berhasil
kabur pada waktu penyergapan itu. Malam itu Gareng teringat dengan masa
lalunya, “Ah untung saja dua polisi sialan itu tidak berhasil menangkapku pada
waktu itu. Aku bebas. Hahaha.” Gareng menghisap rokoknya sampai habis dan
meminum birnya sampai ia tertidur pulas.
“Klontang…” terdengan suara kaleng
cat yang jatuh. Gareng yang sedang tertidur pulas, terbangun dari tidurnya.
Gareng menjadi sangat waspada dan curiga. Gareng mengambil pistolnya. Ia dengan
samar-samar melihat bayangan. Bayangan yang satu terlihat tinggi besar,
sedangkan yang satunya lagi langsing. Tiba-tiba pikirannya teringat akan
kejadian penyergapan pada waktu itu. “Benar benar mereka ini. Nasibku sungguh
sial! Harus berpa kali lagi aku melarikan diri dari kejaran mereka? Mereka sama
seperti arwah gentayangan yang menghantuiku setiap saat.” Gumamnya. Dengan
segera Gareng mengemasi barang-barangnya dan mencoba melarikan diri.
Gareng memakai topi hitam dan jaket,
serta membawa sebuah tas ransel. Dengan tangan yang memegang sebuah pistol, ia
melompat keluar dari jendela. “Brak” suara Gareng setelah mendarat di luar
gudang. Kedua polisi itu pun mendengarnya. Sontak saja Bambang dan Mawar
mencari jalan menuju lantai dua ke arah sumber suara itu. “Bambang, ayo cepat
kita kejar” kata Mawar. “Ya, kita tidak boleh kehilangan dia.” Balas Bambang
sambil berlari menaiki tangga. Namun sayang, Gareng sudah tidak ada, langkah
kaki Gareng pun sudah tidak terdengar. “Kurang ajaaarrrr!!!” teriak Bambang
dengan suaranya yang sangat berat. Mawar memeriksa sekeliling. Ia mendapati
sebuah puntung rokok dan sebotol bir yang belum habis. “Ia pasti tadi berada di
sini. Jika saja kita bisa lebih cepat menyadarinya dan tidak ada kucing bodoh
yang menyenggol kaleng itu, kita pasti bisa menangkapnya. Apa yang harus kita
laporkan pada Bos?” Tanya Mawar pada Bambang dengan nada kecewa. “Kita harus
menangkapnya, dengan cara apapun. Bos tidak akan senang mendengar kegagalan
kita. Untuk hari ini, sebaiknya kita pulang saja, dan merencanakan pencarian
dan penangkapan Si Gareng itu” tukas Bambang. “Baiklah kalau begitu.” Lalu
mereka berdu pun pulang.
***
“Hah hoh hah hoh” napas gareng terengah-engah.
Ia berlari secepat dan selincah kijang yang kabur menyelamatkan nyawa dari
kejaran harimau. “Heh heh, apa mereka masih mengejarku? Hoh hoh, apa aku
selamat dari mereka?” Gareng memutuskan untuk berhenti sebentar dan
beristirahat di sebuah pohon. Gareng melihat jam tangannya. “Astaga sudah pukul
lima pagi! Berapa lama aku berlari? Mungkin sudah sekitar 1 jam.” Katanya
dengan kesal. “Namun syukurlah, aku berhasil lolos dari mereka.” Ucap Gareng.
Gareng beristirahat untuk memulihkan tenaganya dan ia melanjutkan pelariannya.
“Aku harus menyamar, agar orang tidak mengenaliku.” Gareng membuka tas ranselnya
dan mengeluarkan perlengkapan menyamarnya. Setelah selesai, ia mengeluarkan
korek dan membakar bajunya yang lama, agar tidak bisa dikenali. Gareng terus
berjalan dan mendekati jalan raya. Ia melihat ada sebuah bus menuju kota
Bandung yang akan melintas. Ia menghentikannya dan naik ke dalam bus itu. Di
dalam tas Gareng tesimpan satu kilogram sabu yang akan ia jual.
***
Matahari sudah sangat tinggi. Para
siswa SMA Gaul sudah pulang sekolah. Tampaklah sepasang sahabat. Dino dan Medy
namanya. Mereka sudah bersahabat sejak playgroup. Banyak hal yang sudah mereka
lalui bersama, dalam suka, dan duka, mereka selalu saling menolong. Walaupun
sudah lama bersahabat, tidak ada rasa cinta di antara mereka. Mereka hanyalah
teman biasa.
“Wah Don, panas sekali yah hari ini.
Gimana kalau kita makan es krim di mall?” ajak Mawar. Dino membalas, “Heh,
panggil aku Din, bukan Don. Gimana sih lu. Ayo ayo aja sih, Tapi….” “Tapi
apa?”, Tanya Mawar. “Tapi lu yah yang bayar, gua lagi ga ada duit nih. Kemaren
gua pake buat beli sepatu baru.” Jawab Dino. “Yeh, gimana sih lu jadi cowo,
masa cewe yang harus bayar. Huh.” Kata Medy kesal. Dino tertawa terkekeh.
“Yaudah gimana kalau kita notok aja, di mall yang kita sering main.” Dino menawarkan.
“Katanya ga punya duit.” Goda Medy. “Ah lu kaya gatau aja. Gw kan punya member
khusus, jadi kalau main bisa gratis.” Jelas Dino. “Wah asyik, ayo deh kalau
gitu kita langsung cao aja.” Kata Medy sambil berjalan menuju tempat parker.
“Eitttttt” tiba tiba Dino mencegat Medy. “Apaan sih? Kita kan mau naik motor ke
mall nya. Ada apa emangnya?” Medy kebingungan. “Aduh, baru sebentar aja lu udah
pikun kaya orang yang make narkoba aja. Tadi pagi kan gua nebeng mobil lu ke
sekolah, motor gua kana da di bengkel.” Kata Dino sambil memasang muka
jenakanya. “Oh iya yah, astaga. Jadi kita naik apa dong? Gua mesen uber aja deh
kalau gitu.” Kata Medy. “Nah gitu dong bos. Hehehe” balas Dino sambil terkekeh.
Medy memesan mobil lewat uber. Mall yang mereka tuju tidak begitu jauh,
sehingga hanya memerlukan waktu sekitar 20 menit jika naik mobil.
Mereka sampai di mall dan langsung
menaiki escalator menuju lantai teratas mall itu. Tempat bermain itu biasanya
tidak ramai saat jam pulang sekolah dan hari kerja sehingga, ketika mereka
sampai, hanya ada satu meja yang sedang disewa. Mereka masih bisa memilih 99
meja kosong lainnya. “Ah untungnya tempat favorit kita tidak disewa. Orang itu
memakai meja tepat di sebelah tempat favoritku.” Kata Dino. Dino menunjukkan
kartu membernya dan mereka masuk ke dalam tempat bermain billiar itu. “Ayo kita
mulai main Med.” Ajak Dino. “Ayo! Gua ga bakal kalah dari lo!” kata Medy.
“Siapa takut”, Dino membalas sambil menunjukkan senyum sombongnya. Medy dan
Dino pun asik bermain billiar sampai jam menunjukkan pukul enam sore.
Tanpa disadari, seseorang di meja
sebelah memperhatikan mereka. Orang itu berambut kribo dan memakai kacamata
hitam. Bajunya seperti penyanyi rock terkenal, Elvis Presley. Ia bermain
billiar bersama teman-temannya. Tiba-tiba ia menghampiri meja billiar Dino.
“Yow, gue liat lo pada jago juga main billiarnya.” Kata orang asing itu. “Ah,
masa sih om?” kata Medy. “Iya beneran, apalagi temanmu itu. Gue liat dia
masukkin bola terus dari tadi.” Kata om itu. “Wah, ternyata akhirnya gue yang
juara PON billiar tingkat kecamatan ini punya fans juga yah.” Kata Dino sambil
tersenyum. “Hahaha, gimana kalau kita main satu game? Ummm.” Ajak om itu sambil
mengulurkan tangan. “Dino om, nama saya Dino.” Balas Dino sambil menyambut
uluran tangan om itu. “Oh Dino yah, nama gue Guntur.” Balas orang itu. “hihihi
lucu yah nama om, nama ku Medy, om. Senang berkenalan.” Kata Medy. “Senang
kenalan dengan kalian juga. Ayo kita main sekarang. Om mau ada acara jam
setengah delapan nanti.” Kata om itu. Mereka pun asyik bermain sampai pukul
tujuh malam. “Wah asyik bener yah om.” Kata Medy. “Iyah, kapan-kapan kita notok
lagi yah.” Kata Guntur. “Iya om, baru sekarang saya ketemu lawan sehebat om.”
Kata Doni. Mereka pun bertukar nomor hp sebelum berpisah.
Dino dan Medy merasa lapar setelah
bermain billiar dengan lamanya. “Din, makan yuk. Gue laper nih, gua yang
traktir deh.” Ajak Medy dengan muka memelas. “Ayo Med, Lu mau makan apa?” Tanya
Dino. “Makan kupat tahu di seberang mall aja yukk.” Kata Medy. “Ayo lah Med,
udah berapa bulan yah gua ga makan kupat tahu. Yuk ah kita jalan sekarang, gua
laper banget.” Balas Dino. Mereka menuruni mall, dan menyebrang menuju tukang
kupat tahu. Malam itu mereka makan kupat tahu sampai kenyang. Dino dan Medy
pulang ke rumah masing-masing naik kendaraan umum.
***
Di kantor polisi, Bambang dan Mawar
sedang berdiskusi dengan serius. Terlihat banyak sekali foto-foto TKP
penyergapan narkoba. Kertas-kertas berserakan di meja. “Mawar, coba lihat ini.”
Kata Bambang sambil menunjukkan sebuah foto. “Ya, memangnya kenapa? Orang ini
yang lolos pada waktu penyergapan besar-besaran itu kan?” Jawab Mawar. “Ya
benar sekali. Sekarang, orang ini adalah target dari operasi kita selanjutnya.”
Kata Bambang menegaskan. “Kring kring” terdengar bunyi telepon genggam Mawar.
Ia mengangkat telepon itu, ia terlihat sangat serius mendengarkan. Mawar
menutup teleponnya sambil menunjukkan wajah yang gembira. “Kita sudah dapat
informasi mengenai Gareng. Baru saja intel yang bekerja sebagai cleaning
service di mall melihat seseorang yang mirip seperti Gareng.” Jelas Mawar.
“Mirip katamu? Apa Si Gareng itu menyamar lagi?” Tanya Bambang keheranan.
“Mungkin saja, kita harus memastikan sendiri.” Kata Mawar. “Hmmm, baiklah kalau
begitu, kita susun operasi penyergapan Gareng. Kita juga akan menyamar. Aku
yakin dia pasti mengenali kita.” Ujar Bambang. “Baiklah, ayo kita lakukan.”
Kata Mawar. Siang dan Malam mereka mengumpulkan berbagai informasi mengenai
Gareng. Mereka bekerja keras agar operasi kali ini tidak mengalami kegagalan
seperti operasi yang sebelumnya.
***
“Halo om. Besok? Bisa om, mau jam
berapa? Jam dua om? Oh bisa ko om, hari ini lagi UTS jadi pulang pagi. Kalau
jam 12 sih bisa om bisa. Sip. Sampe ketemu yah Om.” Kata Dino lalu menutup
telepon. “Pasti Om Guntur yah Din?” kata Medy. “Iyah, om Guntur, ngajakin notok
lagi. Mau ikut Med?” Jawab Dino. “Mau dong, kalau gratisan mah. Hehehe” kata
Medy. “Belajar Med, besok hari terakhir UTS juga harus tetep belajar. Biar
nilainya ga jelek, jadi bisa dapet bonus uang jajan. Hahaha.” Kata Dino. Bel
berbunyi, tanda mereka harus masuk ke kelas dan mulai UTS. Semua siswa
mengerjakan soal UTS dengan baik. Tak terasa, waktu ujian habis. Dino dan Medy
cepat-cepat pulang ke rumah masing-masing supaya bisa belajar lebih lama.
Mereka sangat menanti-nantikan esok hari untuk merayakan kebebasan mereka dari
UTS dengan bermain billiar.
***
“Wah, akhirnya kalian datang juga. Om
udah nungguin nih dari tadi” Sambut Om Guntur. “Iya nih om, maaf terlambat.
Motor ku mogok lagi, untung ada bengkel jadi bisa langsung dibenerin.” Kata
Dino. “Iya om maaf ya, kita mulai aja om sekarang.” Ajak Medy dengan muka
girang. “Oke.” Kata om Guntur sambil mengambil tongkat billiar.
“Kalian pasti sekolah di sekolah
bagus yah?” kata Om Guntur memulai pembicaraan. “Iya om, ko tau?” Tanya Medy.
“Ah, om ini sudah liat banyak sekali anak orang kaya yang sekolah di sekolah
mahal. Kelihatan dari cara berpakaian kalian. Apalagi sepatu kalian itu. Uh,
edisi langka. Iya kan?” kata Om Guntur. “Wah, mata om ini bener-bener jeli
sekali yah.” Balas Dino sambil tertawa. “Iya dong. Eh, kalian mau sesuatu ga?”
Tanya om Guntur. “Apaan om?” Tanya Medy penasaran. “Permen baru. Om kemaren
baru beli di Amerika. Mahal banget loh harganya.” Kata om Guntur menjelaskan.
“Mau dong om, nyobain.” Kata Medy. “Aku juga om mau coba.” Kata Dino. “Ah bodoh
sekali kedua anak ini, mudah ditipu. Hahaha.” Gareng berkata dalam hati. Ia
mengeluarkan kantong plastic kecil berisi serbuk berwarna putih. Gareng
memasukkannya ke dalam sebuah botol yang ada semacam sedotannya.
“Nih permennya, silakan dicoba. Cara
makannya dihirup. Unik kan? Namanya juga permen mahal dari Amerika.” Kata Om
Guntur sambil tersenyum. Dino dan Medy mengambilnya dan mencobanya. “Umm, enak
juga yah om.” Kata Medy. “Ayo, sambil kita main billiar lagi.” Kata Om Guntur. Mereka
melanjutkan bermain blliar lagi. “Wah om, kerasa semangat banget aku main
billiarnya setelah ngisap permen om.” Kata Dino. “Iya om, berasa bisa maen
billiar semaleman.” Kata Medy. “Hahahaha, kalian ini, emang itu permennya gitu,
bisa bikin semangat.” Jelas Om Guntur. Mereka melanjutkan bermain billiar.
Tiba-tiba Dino berteriak, “Wih ga
salah tuh kenapa bolanya bisa terbang-terbang gitu yah?” Kata Dino. “Ah ngaco
kamu ini Din. Yang ada bolanya Cuma tinggal satu.” Kata Medy. “Wah kalian ini
ngawur yah? Mungkin kalian kecapean kali yah. Sudah kalian pulang saja dulu,
nanti minggu depan kita main lagi yah.” Kata Om Guntur. “Hehehe efeknya sudah
kelihatan, sebentar lagi mereka akan kecanduan dan aku bisa dapat uang banyak.”
Kata Gareng dalam hati. “Yaudah Om, aku pulang dulu, Om aja yang bayar sewanya
yah.” Kata Dino. “Ah Din, Kamu ini masa lupa, kan tadi kamu udah bayar.” Kata
Medy. “Oh iya yah, udahlah ayo kita pulang aja, kita balap lari aja sampe rumah
yu Med.” Kata Dino. “Satu dua tiga” Medy berteriak dan mereka balapan berlari.
“Hahaha, dasar anak anak, yah itulah efek permen rahasiaku ini.” Tawa Guntur
sambil bermain billiar sendiri.
***
Pada hari Minggu, Dino dan Medy tidak
ada kegiatan. Mereka bermalas-malasan di rumah. Tetapi mereka merasa gelisah, seakan
ada sesuatu yang kurang dari hidupnya. Dino tiba-tiba teringat dengan permen
yang pernah diberikan oleh Om Guntur. Ia sangat menginginkannya, tubuhnya
berkeringat dingin. Dino sangat ingin memakan permen itu lagi. Dino mencoba
menahannya namun tidak bisa. Kemudian Dino memutuskan untuk menelepon Medy.
“Medy, gue kepengen makan permen dari
si Om Guntur lagi. Berasa ada yang kurang Med.” Kata Dino lewat hp. “Iya sama
nih gue juga, rasanya daritadi lemes banget. Kita minta lagi aja ke si om.” Balas
Medy. “Iya, juga yah, oke, gua coba telepon om Guntur, bye dulu.” Kata Dino
sambil menutup teleponnya. Dino kemudian menelepon Om Guntur. Namun sudah
menunggu beberapa lama, telepon tidak diangkat. Dino kembali mencoba menelepon
Om Guntur, namun sia-sia. Tidak ada jawaban dari telepon itu. Dino terus
mencoba menelepon om Guntur. Mungkin saja sekitar dua puluh kali menelepon.
Lalu akhirnya Dino menyerah dan memutuskan untuk tidur.
Saat terdengar bunyi Adzan, telepon
Dino bordering. Dino yang kaget, langsung terbangun dari tidurnya yang pulas.
Dino membuka matanya dan mengambil hapenya. Dengan sigap ia membaca siapa orang
yang berani mengganggu tidur siang di hari Minggu yang damai itu. Ternyata itu
adalah telepon dari Om Guntur. Dengan wajah gembira, Dino menekan tombol Yes di
hp nya untuk menjawab telepon dari Om Guntur. “Halo Om, gimana sih, ko dari
tadi ga diangkat teleponnya?” kata Dino. “Waduh, maaf maaf, tadi Om lagi ada
urusan bisnis sebentar.” Balas Om Guntur. “Bisnis apa Om kalau boleh tau?” Tanya
Dino penasaran. “Itu loh, bisnis permen yang kemarin kamu coba. Om jual ke
orang, ada yang pesen.” Kata Om Guntur dari telepon. “Wah kebetulan nih om, aku
sama Medy lagi kepingin banget makan permen yang kemaren om kasih coba. Berapa
om harganya?” kata Dino dengan antusias. “Ah memangnya kamu punya uang banyak?
Mahal loh ini permennya, dari Amerika.” Goda Om Guntur. “Punya dong Om, soal
uang mah urusan gampang. Om tinggal sebut aja harganya.” Kata Dino dengan nada
sombong. “Oh gitu yah, harganya sih murah, 2 juta per gram.” Kata Om Dino
santai. “APA? 2 juta per gram om. Ga salah dengar?” Tanya Dino keheranan dengan
mata yang terbelalak karena terkejut mendengar harga yang disebutkan oleh Om
Guntur. “Iya Din, 2 juta, kalau beli sepuluh gram Om kasih diskon deh.” Jelas Om
Guntur dengan tenangnya. “Hmmm gimana yah Om, kalau beli 10 gram jadinya
berapa?” Tanya Dino. “Om kasih 17 juta deh, harga teman. Gimana? Mau ga?” kata
Om Guntur dengan nada bercanda. “Hmmm ok deh Om, nanti aku bawain uangnya.
Kapan aku bisa dapet barangnya? Udah ga tahan lagi om.” Kata Dino. “Sabtu,
minggu depan gimana? DI tempat biasa aja kita main.” Kata Om Guntur. “Ok Om,
Sabtu jam 4 sore yah Om.” Balas Dino. “Ok.” Terdengar suara om Guntur sambil
menutup teleponnya.
Keesokan harinya di sebuah café, Dino
dan Medy bertemu untuk mengisi waktu liburnya setelah ujian. Dino memberi tahu
pada Medy tentang kabar gembira ini. Medy merasa senang sekaligus kaget. Ia
senang karena akan segera mendapat permen itu tetapi kaget karena mendengar
harganya yang sangat mahal. “Gimana dong Din? Uang jajan gue cuman 5 juta per
bulan.” Kata Medy. “Uang jajan gue 10 juta per bulan. Kemaren dipake servin
motor tinggal sisa 3 juta. Gimana yah?” balas Dino. Mereka terdiam sejenak.
Wajah mereka tampak sangat serius berpikir. Tiba-tiba mereka saling memandang
dan menemukan sebuah ide. “Apa yang lo pikirin, sama sama yang gue pikirin.” Kata
Medy. “Emangnya apa yang lo pikirin?” kata Dino. “Kita curi atau ga jual barang
barang di rumah kita.” Medy berbisik. “Emang dari dulu kita selalu kompak yah
Med.” Kata Dino sambil terkekeh. Mereka lalu tertawa terbahak-bahak dan mulai
merencanakan aksi kejahatan mereka. “Med, papi mami gue mau pergi liburan ke
Eropa besok lusa, gue bakal mulai aksi gue pas mereka pergi, pasti gampang
banget.” Kata Dino. “Wah asyik bener yah tur ke Eropa, papi mami gue lagi sibuk
bisnis di Cina sama Malaysia, pulangnya masih 2 minggu lagi. Gue juga bisa
beraksi gampang kalo gitu yah.” Balas Medy tidak mau kalah. Setelah rencana
mereka matang mereka pulang ke rumah masing-masing.
Hari untuk beraksi pun tiba. Dino
membuka brankas milih ayahnya. Dibukanya brankas itu dan ditemukan beberapa
batang emas dan sejumlah perhiasan. Ia memasukkannya ke dalam tasnya dan
membawanya ke tempat perjanjian dengan Medy. Sedangkan Medy, ia mengambil
koleksi batu cincin ayahnya dan juga perhiasan milik ibunya. Lalu Medy segera
bertemu Dino di tempat pertemuan. “Gimana Med, sukses?” kata Dino melihat Medy
datang. “Sukses dong. Lihat nih.” Kata Medy sambil menunjukkan tasnya. “Sekarang
kita gadein aja barang-barangnya.” Ujar Dino. Mereka kemudian pergi
bersama-sama ke sebuah tempat untuk menggadaikan barang. Setelah menunggu
beberapa lama, mereka berhasil mendapatkan uang yang mereka butuhkan. “Nah
kalau gini udah cukup uangnya buat beli permen.” Kata Medy.
***
“Bambang, dengar rekaman telepon ini.” Kata Mawar
sambil menyodorkan headphone. Bambang mengambil headphone itu dan
mendengarkannya. Muncul senyum yang lebar dari wajah Bambang. “Kalau begini,
operasi bisa kita jalankan.” Kata Bambang sambil tersenyum. “Siap bos, saya
akan mencari informasi tambahan lagi agar operasi ini berjalan dengan sukses.” Balas
Mawar. Bambang dan Mawar masih mematangkan operasi mereka. Dengan adanya
rekaman pembicaraan melalui telepon ini, rencana mereka semakin matang dan siap
untuk dilaksanakan. Bambang dan Mawar mempersiapkan segala sesuatu dengan
teliti.
***
Hari yang ditentukan pun tiba. Dino
dan Medy membawa uang mereka dalam tas dan langsung menuju ke mall. Mereka
sangat girang dan tidak sabar untuk segera memakan permen yang mereka
idam-idamkan. Seminggu itu mereka merasa sangat tersiksa, keringat dingin,
gemetar, dan perasaan yang tidak tenang selalu menghantui mereka. Mereka masuk
ke tempat bermain billiard dan menunggu. Tak sepi seperti biasa waktu mereka
bermain, tempat itu kini ramai dikunjungi orang, hampir tidak ada meja yang
kosong. Ada orang yang memakai jas hitam, celana robek-robek seperti preman,
dan masih banyak lagi. Keadaannya seperti di pesta kostum. Seakan semua jenis
pakaian ada di tempat billiar itu.
Tak lama Om Guntur datang dan
mengagetkan mereka dari belakang. “Dor. Sudah nunggu lama yah?” kata Om Guntur
mengagetkan. “Waduh Om pake ngaget ngagetin segala.” Kata Medy. “Om langsung
aja, mana permennya?” kata Dino. “Eit uangnya dulu dong.” Kata Om Guntur. “Ini
Om ada di tas, Percaya deh, ga kurang dari yang Om minta.” Kata Medy sambil
memberikan tas nya. “Om Guntur mengambilnya dan membuka tas itu. Ia
mengintipnya, lalu menutupnya kembali. “Oke, ini barang yang kalian pesen.
Selamat menikmati.” Kata Om Guntur seraya menyodorkan tas kecil.
“Angkat tanganmu, Gareng, penyamaranmu
dapat kami kenali.” Kata Bambang dengan tenang. Gareng merasakan ada pistol di
belakang kepalanya. Gareng mengangkat tangannya perlahan. “A…a…ampun. Saya
salah apa?” kata Gareng terbata-bata. “DIam kamu.” Kata Mawar sambil memborgol
tangan Gareng. Saat Gareng mau diborgol, ia berontak dan mencoba untuk lari.
Dino dan Medy yang kaget pun ikut lari bersama Gareng. “Mawar, kau kejar
anak-anak itu, aku akan mengejar si Gareng. Bagi pasukan menjadi dua tim.” Kata
Bambang. “Oke bos, saya akan perintahkan supaya anak buah menutup semua pintu
keluar dan siap siaga.” Tukas Mawar.
Di mall itu terjadi kejar-kejaran
antara polisi dan penjahat. Gareng yang merasa terdesak akhirnya mengeluarkan
pistol dari tangannya. Terjadi baku tembak yang seru antara Gareng dan Bambang.
Dino dan Medy hanya bisa bersembunyi di balik tembok. Mawar dengan mudah
menemukan Dino dan Medy. Mawar memborgol mereka dan mengamankan tas kecil yang
mereka bawa. Sementara itu, Bambang berhasil melumpuhkan Gareng. Gareng
mendapat luka tembak di kakinya. Gareng merintih kesakitan. Bambang
mendekatinya, sambil memasangkan borgol di tangannya. Gareng bersama dengan
Medy dan Dino, digiring ke dalam mobil polisi untuk diamankan.
***
Akhirnya, Gareng diadili dan
mendapatkan hukuman yang layak dengan perbuatannya, hukuman mati. Hukuman yang
pantas untuk seseorang yang mau merusak generasi penerus bangsa dengan cara
yang sangat jahat, yaitu narkoba. Gareng tidak bisa berkutik lagi, barang
buktinya sudah sangat jelas. Ia akan menghabiskan sisa hidupnya sebelum
menunggu hukuman mati di penjara di Pulau Nusakambangan. Sedangkan Medy dan
Dino akan masuk ke dalam panti rehabilitasi. Mereka berdua sangat menyesal.
Mereka tidak sadar bahwa permen yang mereka makan adalah sabu-sabu. Mereka
bertekad dan berjuang keras untuk sembuh dari kecanduannya. Dari kejadian ini,
mereka berharap agar para remaja lainnya bisa mendapat pengetahuan yang lebih
banyak tentang narkoba, sehingga tidak bernasib sama dengan mereka.